Siapa sangka? laki laki yang kau perhatikan dari jauh, kini bisa begitu dekat dengan mu.
Kala itu aku bertemu dengannya. Melihatnya sekelibat, mentapnya diam diam, sebatas itu tanpa pernah berfikir untuk mendekat.
Tapi, takdir mempertemukan kita disuatu malam yang dingin, bersama kepulan asap rokok dari bibirnya. Aku yang lebih dulu memperkenalkan diri, berusaha mencairkan suasa yang kaku. Saling bertukar cerita tentang pengalaman hidup. Di balkon hotel di kotanya, hingga larut malam kita masih bercengkrama.
Keesokan harinya kita semakin dekat. Ditemani dua cangkir kopi yang sudah dingin dan obrolan yang semakin hangat. Hingga fajar memperlihatkan dirinya, aku masih bisa melihatmu untuk yang terakhir kalinya. Bukan, ini bukan pertemuan yang pertama dan terakhir. Tapi ini awal dari cerita kita.
Hingga akhirnya kita berpisah, tanpa mengaharap suatu pertemuan untuk kedua kalinya.
Satu bulan kemudian, dia memberanikan diri pergi meninggalkan kotanya untuk sebuah pertemuan. Sebuah pengorbanan katanya. Begitu rindu, padahal kita hanya sekali bertemu. Lucu sekali, kala itu dia bertindak seperti ingin selalu bersama. Mendekat, mendekat, terus mendekat. Senyumnya selalu dalam bayang. Lagi lagi tengah malam, keliling kota hujan mencari jalan. Pukul dua malam, kita bercengkrama diawang awang. Tertawa tanpa sebab. Pikiran melayang, yang aku ingat malam itu ada tubuh yang bersandar dengan lemas. Hingga suara adzan berkumandang, aku masih bisa melihatnya disebelah. Terlelap.
Begitu pertemuan pertemuan selanjutnya, penuh pengorbanan. Kali ini aku yang pergi ke kotanya. Melepas rindu yang telah menggebu. Lebih dekat. Begitu hebat, dia bisa membuat aku buta akan cinta. Tidak perduli seberapa jauh aku melangkah. Aku hanya ingin berada didekatnya, lebih lama. Namun semua seperti kesia siaan, perjalananku tak mampu membuatnya bertahan lebih lama. Dia memilih untuk menyerah akan jarak yang memisahkan.
Pertemuan singkat tidak cukup untukku mengenalnya lebih jauh, aku masih menjadi orang baru di hidupnya, orang asing. Hingga dia memilih jalan yang berbeda. Menjalani hari tanpanya lagi bukan perihal mudah. Membiasakan tanpa kehadirannya, tidak ada lagi pesan pesan darinya atau obrolan panjang hingga larut malam. Semua menghilang.
Dan akhir dari cerita ini berujung disebuah kebahagiaan, untuknya. Dia sudah mendapatkan wanitanya sedangkan aku masih sibuk untuk melupakannya.
Perkenalan singkat berakhir cepat. Seharusnya tidak butuh waktu lama untuk melupa, bukan?
Dicatatan “why we sleep” Perantara terbaik antara keputusasaan dan harapan adalah tidur yg nyenyak.
BalasHapus