Jumat, 22 Desember 2017

Setitik Cahaya Datang

Kala itu, aku membuka diri. Setelah meninggalkan dan mengakhiri.

Setitik cahaya datang, remang remang mulanya. Masih abu abu nan kelabu. Aku bahkan tak tahu itu salah satu kesempatan atau kesalahan. Untuk ku yang kesepian, hadirnya Tuan memberi kembali warna yang sempat hilang. Begitu mudah terbawa perasaan, tanpa pernah mengenal dengan siapa aku ini berjalan beriringan dan dengan maksud apa Tuan ini datang.
Singkat untuk saling dekat, dengan dua cangkir kopi yang mulai dingin dan percakapan yang semakin hangat. Tawa yang selalu ada di akhir kalimat. Dan, ketika setitik cahaya penerang itu datang, ku anggap ini sebuah kesempatan. Untuk kembali melihat dan mendengar apa yang ada di sekeliling. Untuk kembali jatuh, cinta lagi.

Ternyata ketika sudah jatuh masih belum cukup untuk mempertahankan yang ada. Begitu singkat sebuah pertemuan pun begitu cepat berpisah. Tatkala yang kurasa kita benar benar sudah terbiasa bersama, dan memiliki berbagai hal yang sama. Itu semua bukanlah hal yang berarti baginya, bukan pula alasannya untuk mentap, lebih lama.

Datang memberi setitik cahaya penerang malam, lalu pergi tanpa pernah kembali.
Meski harus kembali mengakhiri, kisah ini begitu berarti.
Untuk Tuan, teman penikmat kopi hitam paling menyenangkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hidup adalah Masa lalu?

Mungkin memang aku terlalu lama mengenang dan berteman dengan masa laluku, hingga tiap bayang bayangnya menghantui aku tidak lelah untuk ter...